Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah yang sejak semula memang sudah dirancang Allah Bapa untuk dikenakan dalam hidup manusia, hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang hidup pada zaman Perjanjian Baru. Firman Tuhan mengatakan bahwa dalam Firman atau Sang Logos ada hidup, dan hidup itu terang manusia (Yoh. 1:4). Hidup di sini adalah kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Di dalam diri Tuhan Yesus ada kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Oleh sebab itu, kalau seseorang mengaku percaya kepada-Nya dan menyatakan bersedia mengikut Dia, ia harus memperagakan kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. “Terang” yang dimaksud oleh Injil Yohanes sesungguhnya adalah kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Jadi kalau firman Tuhan berbicara mengenai “berjalan atau hidup dalam terang” artinya kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah.
Orang yang tidak mengenal Injil—seperti umat Perjanjian Lama—adalah kehidupan manusia yang belum mengenal terang. Mereka tidak memahami kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Kerajaan Daud adalah kerajaan teokrasi yang belum sempurna, sebab alat kerajaan mereka masih hukum dan kepala pemerintahan masih terdistorsi oleh manusia, belum pemerintahan Allah yang mutlak. Level kehidupan mereka dalam berurusan dengan Allah masih dalam taraf orang beragama seperti pada umumnya. Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah tidak sama dengan kehidupan beragama seperti yang diterapkan bangsa Israel dengan agama samawinya. Kalau kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah cukup dengan aturan agama, maka Tuhan Yesus tidak perlu datang sebagai “Terang”. Orang percaya dipanggil untuk memiliki kualitas hidup seperti yang Tuhan Yesus peragakan, bukan berdasarkan tokoh saleh dalam Perjanjian Lama, tetapi berdasarkan standar kehidupan yang diperagakan oleh Yesus.
Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah adalah kehidupan ideal yang dalam segala geraknya mempermuliakan Allah (1Kor. 10:31). Kehidupan yang memuliakan Allah adalah kehidupan yang diperagakan oleh Tuhan Yesus. Bukan sekadar melalui atau dalam nyanyian, bukan pada liturgi atau misa, tetapi melakukan kehendak Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Berkenaan dengan ini, justru tata cara liturgi atau ritual agama apa pun bentuknya bisa berpotensi menyesatkan kalau dipahami keliru, sebab semua itu seakan-akan bisa menggantikan ruangan untuk memuliakan Tuhan. Pujian, sanjungan, dan penyembahan dengan gerak dan mulut bagi Tuhan justru menjijikkan kalau tidak disertai tindakan menyenangkan hati Allah dengan menjadi manusia yang berkenan kepada-Nya. Hanya orang yang memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah yang dapat berkenan di hadapan Allah.
Banyak orang Kristen merasa bahwa ia sudah hidup benar dengan mengucapkan Doa Bapa Kami, dan sudah merasa sudah memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Apalagi kalau sudah mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan gereja, mereka merasa bahwa mereka telah memiliki standar hidup yang diinginkan oleh Tuhan. Sangatlah keliru kalau gereja dan pemberita firman mengesankan bahwa hidup dengan cara demikian itu—yaitu ke gereja dan mengambil bagian dalam kegiatan gereja—berarti sudah memenuhi standar hidup yang Allah kehendaki, yaitu mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Sekalipun sudah bergereja dan mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan gereja, tetapi kalau belum mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah, berarti belum berkenan di hadapan Allah Bapa. Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa orang harus berusaha masuk pintu sesak kalau mau selamat (Luk. 13:23-24).
Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah bukan terletak pada bagaimana hidup sesuai dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang diberikan Tuhan seperti Taurat yang diberikan kepada bangsa Israel. Tetapi terletak pada sikap hati atau batin manusia yang hidup sesuai dengan pimpinan Roh Kudus. Sikap hati ini sama dengan kemampuan merasakan apa yang Tuhan rasakan atau sama dengan kecerdasan berpikir seperti Tuhan. Kecerdasan ini sangat ditentukan oleh pengertian terhadap kebenaran yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Kecerdasan ini seperti obat yang menyembuhkan tubuh yang sakit. Kecerdasan ini juga seperti peta yang menuntun orang yang sesat. Kecerdasan ini seperti pelita bagi orang yang berjalan dalam gelap. Berjalan dalam gelap bukan hanya berarti hidup dalam kejahatan pelanggaran moral secara umum. Seseorang yang tidak hidup sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah adalah orang yang hidup dalam gelap. Dengan demikian, orang yang tidak memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah masih berstatus hidup dalam gelap.