Sebenarnya inti kekristenan adalah mengajarkan atau menunjukkan bagaimana memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah adalah kehidupan standar bagi semua orang percaya. Hal ini sama dengan hidup dalam pemerintahan Allah. Inilah sebenarnya bentuk atau warna hidup ideal yang dikehendaki oleh Allah untuk dikenakan dalam hidup setiap manusia. Tentu saja sejak semula Allah sudah memiliki rancangan bagaimana seharusnya manusia menyelenggarakan hidup sesuai dengan rancangan Allah semula, yaitu hidup dalam pemerintahan-Nya.
Kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah ini tidak dimiliki atau tidak pernah dimiliki manusia, sebab Adam belum pernah mencapai kualitas kehidupan seperti yang dikehendaki oleh Allah; semua manusia sudah berdosa dan tidak memiliki kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Berdosa artinya meleset atau tidak kena sasaran (Yun. Hamartia); kemelesetan tersebut membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah. Kehidupan manusia seperti ini tidak dapat mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Dengan keadaan ini, manusia telah berkeadaan tidak menjadi manusia sesuai rancangan Allah semula.
Peta yang jelas dari kehidupan orang yang tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah ditampilkan pertama kali oleh manusia yang berdosa, yaitu ketika praktik pembunuhan manusia pertama oleh saudaranya sendiri; Kain membunuh Habel (Kej. 4). Allah Bapa tidak pernah merancang kehidupan yang buas dan bengis seperti itu. Tindakan Kain membunuh adiknya adalah tindakan yang tidak memancarkan kemuliaan Allah. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah, maksudnya bahwa manusia tidak memiliki kehidupan yang mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Allah adalah Allah yang berdaulat secara mutlak dan absolut. Kehendak Allah harus dituruti secara penuh atau sempurna. Jadi, ketika manusia Adam tidak mencapai standar yang Allah inginkan—yaitu mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah—maka Allah mengusir Adam dari Taman Eden.
Memang bila ditinjau secara moral umum, manusia bukanlah manusia yang rusak dan menjadi biadab seperti hewan, tetapi bila ditinjau dari standar kesucian Allah dan maksud Allah menciptakan manusia—yaitu menjadi manusia yang sepikiran dan seperasaan dengan Bapa; menghormati Bapa dan melakukan kehendak serta rencana-Nya dengan sempurna—maka kebaikan yang dicapai oleh manusia belum memadai. Manusia memang masih bisa bermoral baik, tetapi kalau tidak memiliki standar kesucian Allah—yaitu memiliki kepekaan mengerti kehendak Allah apa yang baik, berkenan, dan yang sempurna—manusia tidak bisa hidup untuk mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Oleh sebab itu, standar hidup umat Perjanjian Lama, sesaleh apa pun, tidak bisa menjadi standar hidup orang percaya, dan mereka belum bisa mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah dalam hidupnya. Mereka bisa menjadi umat Allah dan sebagian mereka bisa menjadi kekasih-kekasih dan sahabat Allah, tetapi mereka tidak bisa menjadi umat yang mencapai standar kesucian seperti yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Kalau di dunia yang akan datang, mereka diperkenankan masuk “surga,” maka mereka tidak akan menduduki pemerintahan bersama-sama dengan Kristus (Rm. 8:17). Mereka akan menjadi anggota masyarakat bersama dengan banyak orang dari segala suku bangsa.
Manusia yang tidak mencapai standar kesucian Allah—berarti belum hidup seperti yang dikehendaki oleh Allah—adalah manusia yang dinilai gagal. Gagal di sini bukan berarti manusia menjadi biadab seperti hewan, tetapi manusia berkeadaan tidak menjadi persis seperti yang Allah Bapa kehendaki, sebab standar yang Allah kehendaki adalah kehidupan yang diperagakan oleh Tuhan Yesus; pribadi yang mendatangkan dan menghadirkan Kerajaan Allah. Kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan dalam ketaatan yang tidak bersyarat kepada Allah Bapa (Flp. 2:7-10), penghormatan yang sempurna kepada Bapa dan kasih cinta-Nya yang sangat mendalam kepada Allah Bapa tanpa batas.
Keadaan manusia yang kurang dari standar hidup yang dikehendaki oleh Allah berarti menjadi yang gagal dalam mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah. Gagal mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah maksudnya gagal mencapai target menjadi manusia yang diinginkan oleh Allah, yaitu kembali ke rancangan semula. Keadaan manusia yang tidak mendatangkan atau menghadirkan Kerajaan Allah menempatkan manusia sebagai makhluk yang gagal memuaskan hati Bapa, walaupun manusia masih bisa memiliki moral yang baik, tidak seperti hewan. Manusia mengecewakan Allah karena tidak memuaskan keinginan-Nya. Allah yang berdaulat menghendaki umat hidup dalam ketertundukan mutlak dan total tanpa syarat kepada-Nya dengan rela dan sukacita dalam bingkai kesucian-Nya.